PUTRA MUHAMMAD HAFIZ, 12103193074 (2024) IMPLIKASI YURIDIS ATAS CONSTITUTIONAL DISOBEDIENCE TERHADAP PUTUSAN NO.91/PUU-XVIII/2020 TENTANG CIPTA KERJA OLEH ADRESSAT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. [ Skripsi ]
|
Text
COVER.pdf Download (1MB) | Preview |
|
|
Text
ABSTRAK.pdf Download (123kB) | Preview |
|
|
Text
DAFTAR ISI.pdf Download (134kB) | Preview |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (211kB) | Preview |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (188kB) |
||
Text
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (189kB) |
||
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (172kB) |
||
Text
BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (14kB) |
||
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (89kB) |
||
Text
LAMPIRAN.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
PUTRA MUHAMMAD HAFIZ, 12103193074, Implikasi Yuridis Atas Constitutional Disobedience Terhadap Putusan No.91/PUU-XVIII/2020 Tentang Cipta Kerja oleh Adressat Putusan Mahkamah Konstitusi, Program Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, 2024, Pembimbing: Rafiqatul Haniah, M.H. Kata Kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi, Pembangkangan Konstitusi, Implikasi Yuridis. Putusan Mahkamah Konstitusi termasuk jenis putusan yang bersifat declaratoir constitutif. Ketika putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan undang-undang tidak berlaku mengikat, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, maka dengan sendirinya putusan tersebut juga sekaligus menciptakan suatu keadaan hukum yang baru. Akan tetapi dalam dinamika penetapan putusan juga terdapat ketidak patuhan constitutional disobedience yang dilakukan oleh adressat putusan Mahkamah Konstitusi yang dalam penelitian ini akan penulis uraikan dengan rinci. Khususnya dalam implementasi putusan No. 91/PUU-XVIII/2020. Pelaksanaan putusan No. 91/PUU-XVIII/2020 tentang Cipta Kerja ini menuai banyak polemik. Para pakar hukum dan pakar ekonomi bersama-sama mengkritik sikap pemerintah dalam melaksanakanya. Pemerintah dinilai tidak patuh dan terkesan acuh terhadap putusan MK yang telah ditetapkan, yang mana ini ditunjukan dengan sikap pemerintah tidak segera melakukan perbaikan terhadap undang-undang yag digugatkan, justru pemerintah kemudian menerbitkan peraturan baru yang muatan subtansinya mirip dengan undang-undang yang digugatkan. Ditambah pemerintah sekali lagi tidak melibatkan partisipasi publik dalam pembentukanya (meaningfull participation). Dengan uraian singkat tersebut diatas maka rumusan masalah yang diusung yakni : 1) Bagaimana penyelesaian constitutional disobedience oleh adressat putusan Mahkamah Konstitusi? 2) Bagaimana constitutional disobedience oleh adressat putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan No.91/PUU-XVIII/2020? 3) Bagaimana formulasi ideal untuk pemberian sanksi atas constitutional disobedience oleh adressat putusan Mahkamah Konstitusi? Hasil penelitian yang diperoleh penulis berdasarkan rumusan masalah tersebut yaitu, 1) Berdasarkan temuan penelitian yang merujuk pada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi dan komparasinya dengan Mahkamah Konstitusi negara lain, penyelesaian atas constitutional disobedience ini berupa pencabutan UU yang disengketakan dalam putusan. Akan tetapi dari setiap putusan yang yang penulis rujuk pada penelitian ini, tidak serta merta langsung dieksekusi oleh pemerintah, sehingga terdapat kebijakan yang linier dengan UU yang disengketakan tersebut belum dihapuskan atau diganti. Dengan kata lain kebijakan tersebut tidak mempunyai dasar hukum, sehingga dapat berpotensi menimbulkan kebijakan yang tidak terarah dan sewenang-wenang. 2) Berdasarkan analisa penulis, pembangkangan konstitusi yang dilakukan pemerintah berdasarkan Putusan No.91/PUU-XVIII/2020 adalah mekanisme dan muatan dalam UU No. 11 Tahun 2020 yang tidak memenuhi syarat formil dan materiil, setelah putusan tersebut dibacakan kemudian pemerintah menerbitkan Perppu No.2 Tahun 2022 yang kemudian melalui sidang DPR RI disahkan menjadi UU No.6 Tahun 2023 yang mana dalam hal ini pemerintah sudah mengesampingkan putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa UU tersebut inkonstitusional bersyarat. 3) Ditemukan celah hukum yang mana berkaitan dengan pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi tidak didapati lembaga khusus atau unit khusus yang tugasnya untuk mengawal pelaksanaan putusan (eksekutor putusan). Hal ini dirasa perlu karena setiap putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang bisa langsung diterapkan karena sifatnya yang final dan mengikat (final and binding) dimana dengan adanya pembentukan lembaga ini kemudian mampu menjaga marwah Mahkamah Konstitusi dengan dilaksanakanya setiap hasil putusan yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Item Type: | Skripsi |
---|---|
Subjects: | Hukum > Hukum Tata Negara Hukum > Putusan Hukum > Undang-undang |
Divisions: | Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum > Hukum Tata Negara |
Depositing User: | 12103193074 PUTRA MUHAMMAD HAFIZ |
Date Deposited: | 06 Aug 2024 03:58 |
Last Modified: | 06 Aug 2024 03:58 |
URI: | http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/50195 |
Actions (login required)
View Item |