STUDI TAFSIR TEMATIK “MALU SEBAGAI MAHKOTA PEREMPUAN” DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH KARYA MUHAMMAD QURAISH SHIHAB

CINDI KARTIKA SARI, 126301211004 (2025) STUDI TAFSIR TEMATIK “MALU SEBAGAI MAHKOTA PEREMPUAN” DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH KARYA MUHAMMAD QURAISH SHIHAB. [ Skripsi ]

[img] Text
COVER.pdf

Download (1MB)
[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (385kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.pdf

Download (318kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (447kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (567kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (363kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (889kB)
[img] Text
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (263kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (367kB)
[img] Text
LAMPIRAN.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (541kB)

Abstract

Skripsi ini ditulis oleh Cindi Kartika Sari, NIM. 126301211004, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, dengan judul “Malu Mahkotanya Perempuan” Dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Al-Misbah Karya Muhammad Quraish Shihab yang dibimbing oleh Prof. Dr. Salamah Noorhidayati, M.Ag. Kata Kunci: Al-Qur’an, Malu dan Tafsir al-Misbah. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas sosial yang terjadi di era akhir zaman sekarang, di mana hampir kebanyakan kaum perempuan mulai kehilangan rasa malunya. Hal ini terlihat dari fenomena seperti memperlihatkan auratnya di media sosial, berpakaian namun sebenarnya telanjang sehingga tampak lekuk tubuhnya, berterus terang dalam bermaksiat dan lain sebagainya. Fenomena semacam ini tanpa disadari berdampak nyata pada jatuhnya mahkota perempuan yaitu rasa malu. Di dalam Islam semakin tinggi rasa malu perempuan maka semakin tinggi juga mahkota kehormatannya dan begitupun sebaliknya. Realitas sosial semacam ini nyatanya bertentangan dengan pernyataan yang diutarakan oleh Muhammad Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah yang menyebutkan bahwa setiap individu manusia sangat penting untuk memiliki rasa malu dalam dirinya. Terlebih lagi bagi perempuan yang berguna sebagai titik kontrol diri agar senantiasa dapat menjauhi dan meninggalkan dari segala perkara yang melahirkan kemaksiatan. Berangkat dari latar belakang perbedaan antara realitas sosial dengan fakta aktual inilah penulis tertarik untuk mengkaji tafsir al-Misbah sebagai pedoman dalam menanggulangi realitas sosial yang terjadi di era sekarang. Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap ayat-ayat tentang makna malu sebagai mahkota perempuan dalam tafsir al-Misbah serta bagaimana relevansi pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang makna malu sebagai mahkota perempuan dalam konteks kehidupan sekarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap ayat-ayat tentang makna malu sebagai mahkota perempuan dan untuk mengetahui relevansi pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang makna malu sebagai mahkota perempuan dalam konteks kehidupan sekarang. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang didasarkan pada kitab tafsir al-Misbah sebagai sumber data primer dan buku-buku lain yang terkait dengan tema malu mahkotanya perempuan sebagai sumber data sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa makna kata malu menurut penafsiran Muhammad Quraish Shihab dalam kitab tafsir al-Misbah adalah malu (al-ḥayā‘) memiliki arti sebagai sebuah perasaan yang berperan sebagai pondasi atau tameng yang membentengi diri seseorang agar menjauhi, menghindari dan meninggalkan segala bentuk perbuatan yang dapat melahirkan perkara maksiat. Ayat terkait malu sebagai mahkota perempuan dengan menggunakan term al-ḥayā‘, yastaḥyī, istaḥya, `aurat, hijāb, jilbāb dan libās termuat pada Qs. Al-Baqarah [2]: 26 tentang malunya seorang perempuan ketika dipandang buruk oleh orang lain, Qs. Al-Aḥzāb [33]: 53 tentang malunya perempuan dengan bersembunyi di balik tabir, Qs. Al-Qaṣaṣ [28]: 25 tentang malunya perempuan ketika berjalan, Qs.An-Nūr [24]: 31 tentang malunya perempuan dengan menundukkan pandangan, Qs. Al-A`rāf [7]: 26 tentang malunya perempuan dengan berpakaian tertutup, Qs. Al-Aḥzāb [33]: 33 tentang malunya perempuan dengan tetap tinggal di rumah dan tidak bertabarruj serta Qs. Al-Aḥzāb [33]: 59 tentang malunya perempuan dengan menutup auratnya. Dengan demikian maka dapat ditarik sebuah relevansi pemikiran yang bisa diaplikasikan di era sekarang bahwa secara garis besarnya perasaan malu berperan sebagai salah satu cara kita untuk membentengi diri agar tidak melakukan perkara yang melanggar syariat agama dan norma masyarakat. Konteks membentengi diri ini bertujuan untuk menghindari penilaian buruk orang lain, membatasi interaksi dengan tidak berkhalwat, menjaga kualitas kehormatan perempuan, melindungi diri dari busur panah iblis, mencegah terperosok ke dalam lubang kemaksiatan, mencintai diri sendiri (self love no insecure) serta meminimalisir tindak kejahatan.

Item Type: Skripsi
Subjects: Agama
Agama > Al Quran
Agama > Tafsir Quran
Divisions: Fakultas Ushuluddin, Adab Dan Dakwah > Ilmu Al-Quran Dan Tafsir
Depositing User: 126301211004 CINDI KARTIKA SARI
Date Deposited: 23 May 2025 02:04
Last Modified: 23 May 2025 02:04
URI: http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/57520

Actions (login required)

View Item View Item