KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENGADILI PELANGGARAN ETIK HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI (Studi Putusan PTUN Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT)

MOHAMAD WACHDANA ULUL FAHMI, 126103212149 (2024) KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENGADILI PELANGGARAN ETIK HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI (Studi Putusan PTUN Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT). [ Skripsi ]

[img] Text
COVER.pdf

Download (645kB)
[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (429kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.pdf

Download (231kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (398kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (353kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (479kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (308kB)
[img] Text
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (367kB)
[img] Text
BAB VI.pdf
Restricted to Registered users only

Download (239kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (278kB)
[img] Text
LAMPIRAN.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (656kB)

Abstract

ABSTRAK Skripsi dengan judul “Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Mengadili Perkara Etik Hakim Mahkamah Konstitusi” ini ditulis oleh Mohamad Wachdana Ulul Fahmi, NIM. 126103212149, Program Studi Hukum Tata Negara, Universitas Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2024, dibimbing oleh Yusron Munawir, S.H., M.H. Kata Kunci : Etik, Pemisahan Kewenangan, Lembaga Negara Penelitian ini dilatarbelakangi oleh diterbitkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023 pada 9 November 2023, yang mengangkat Ketua Mahkamah Konstitusi untuk masa jabatan 2023-2028. Keputusan tersebut didasarkan pada Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/MKMK/L/II/2023 yang mengharuskan pemilihan Ketua baru. Sengketa muncul ketika Penggugat merasa dirugikan akibat perubahan status hukumnya, yang menyebabkan dirinya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Sebagai respon, Penggugat mengajukan gugatan pada 24 November 2023 dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, untuk memperoleh penyelesaian hukum atas dampak keputusan tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi, 1) Bagaimana duduk perkara dalam Putusan 604/G/2023/PTUN.JKT?, 2) Bagaimana Analisis yuridis kewenangan pengadilan tata usaha negara dalam mengadili pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi?, 3) Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap kewenangan pengadilan tara usaha negara dalam mengadili perkara nomor 604/G/2023/PTUN.JKT terkait pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi?. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, bahan hukum, dan sebagainya sebagai dasar untuk diteliti. Pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan undang-undang (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah dan menganalisis seluruh undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum terkait Putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT. Hasil penelitian menunjukkan, 1) Majelis Hakim membatalkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023 terkait pengangkatan Dr. Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, karena melanggar prosedur hukum dan menimbulkan ketidakpastian, tanpa mencabut Keputusan Nomor 4 Tahun 2023 yang mengangkat Penggugat. Selain itu, Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemulihan harkat Penggugat sebagai Hakim Konstitusi dan menilai sidang etik yang terbuka bertentangan dengan prosedur PMK 1/2023, berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum di masa depan. 2) Berdasarkan Analisis yuridis terdapat beberapa temuan terkait kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam mengadili sengketa yang berkaitan dengan keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK): a) Putusan Etik bukan termasuk Objek Perkara xxi PTUN, b) Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun), c) Bertentangan dengan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, d)Bertentangan dengan Prinsip Pemisahan Kewenangan Antar Lembaga Negara. Oleh karena itu, Dalam putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, yang mengabulkan pemulihan harkat hakim konstitusi, PTUN melampaui kewenangannya dan melanggar Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1986. 3) QS. Al-Hadiid 57:25 menegaskan pentingnya pembagian kekuasaan untuk keadilan. Pemisahan kekuasaan, yang sudah diterapkan sejak masa Rasulullah SAW, termasuk dalam legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, yang mengalihkan penilaian etika hakim MK, bertentangan dengan prinsip independensi peradilan, karena pengawasan etika seharusnya dilakukan internal oleh Mahkamah Konstitusi. Sebagai saran, penulis mengusulkan pembentukan peradilan etik terpisah dari Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan badan peradilan lainnya. Tujuannya adalah untuk menyediakan saluran hukum atau banding terkait keputusan etik, yang dapat diuji secara independen. Pembentukan peradilan etik ini diharapkan memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam menangani sengketa pelanggaran etik tanpa bergantung pada lembaga peradilan dengan kewenangan terbatas.

Item Type: Skripsi
Subjects: Hukum > Hukum Tata Negara
Divisions: Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum > Hukum Tata Negara
Depositing User: 126103212149 MOHAMAD WACHDANA ULUL FAHMI
Date Deposited: 01 Jul 2025 01:47
Last Modified: 01 Jul 2025 01:47
URI: http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/58729

Actions (login required)

View Item View Item