RIF’AH ROIHANAH, 12950221018 (2024) MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN OPEN GOVERNANCE. [ Disertasi ]
![]() |
Text
COVER.pdf Download (674kB) |
![]() |
Text
ABSTRAK.pdf Download (357kB) |
![]() |
Text
DAFTAR ISI.pdf Download (180kB) |
![]() |
Text
BAB I.pdf Download (539kB) |
![]() |
Text
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (730kB) |
![]() |
Text
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (527kB) |
![]() |
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (501kB) |
![]() |
Text
BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (415kB) |
![]() |
Text
BAB VI.pdf Restricted to Registered users only Download (270kB) |
![]() |
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (275kB) |
![]() |
Text
LAMPIRAN.pdf Restricted to Repository staff only Download (697kB) |
Abstract
Disertasi dengan Judul Meaningful Participation Dalam Pembentukan Daerah Sebagai Upaya Mewujudkan Open Governance, ini ditulis oleh Rif’ah Roihanah dengan dibimbing oleh Prof. Dr. Iffatin Nur, M.Ag, dan Prof. Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M.Ag. Kata Kunci: Meaningful Participation, Peraturan Daerah, Open Governance, Transparansi, Akuntabilitas Partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang dan peraturan daerah merupakan elemen kunci dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang terbuka (open governance). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan perubahannya, termasuk UU No. 13 Tahun 2022, serta prinsip-prinsip Open Government Partnership (OGP) menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap penyusunan peraturan. Partisipasi yang substansial memungkinkan kebijakan yang dihasilkan lebih transparan, inklusif, dan akuntabel, serta mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Namun, dalam praktiknya, partisipasi masyarakat sering kali hanya bersifat simbolis dan terbatas, tidak mencerminkan keterlibatan yang bermakna. Proses ini sering kali hanya memenuhi persyaratan formal, tanpa adanya upaya nyata untuk mendengarkan dan mempertimbangkan masukan masyarakat. Hal ini terlihat dalam beberapa kasus pengujian peraturan daerah di Mahkamah Agung, di mana tidak terpenuhinya prinsip partisipasi yang efektif menjadi salah satu isu utama. Evaluasi terhadap meaningful participation dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda) di Kabupaten Ponorogo menjadi sangat penting untuk memastikan proses legislasi tersebut tidak hanya sekadar memenuhi persyaratan hukum, tetapi juga mencerminkan aspirasi lokal. Disertasi ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami secara mendalam bagaimana prinsip meaningful participation diterapkan dalam praktik lokal dan tantangan yang dihadapi dalam upaya mewujudkan open governance. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kualitas partisipasi dalam proses legislasi daerah yang lebih inklusif dan transparan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan teori partisipasi masyarakat, khususnya dalam konteks open governance. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berdampak praktis, tetapi juga memperkaya kajian teoretis mengenai partisipasi yang bermakna dalam pemerintahan. Rumusan masalah dalam disertasi ini adalah: 1). Bagaimana meaningful participation dalam proses pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Ponorogo? 2). Mengapa meaningful participation dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Ponorogo belum ideal? 3). Bagaimana konsekuensi belum idealnya meaningful participation dalam pembentukan peraturan daerah terhadap open governance di Kabupaten Ponorogo?. Penelitian disertasi ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menggali secara mendalam proses partisipasi masyarakat dan keterbukaan pemerintahan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan, seperti pejabat pemerintah, anggota DPRD, tokoh masyarakat, dan perwakilan kelompok masyarakat. Untuk metode analisis menggunakan pendekatan analisis isi (content analysis) digunakan untuk memahami kualitas partisipasi yang terjadi, sementara analisis tematik dapat membantu mengidentifikasi pola dan tema utama terkait keterlibatan masyarakat dan prinsip-prinsip open governance dalam proses pembentukan peraturan daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Meskipun proses penyusunan Perda di Kabupaten Ponorogo telah melibatkan masyarakat, implementasinya belum sepenuhnya memenuhi prinsip meaningful participation seperti inklusivitas, aksesibilitas, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk memperbaiki meaningful participation, diperlukan perluasan akses digital, perpanjangan waktu konsultasi publik, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahap pembentukan Perda. 2). Meaningful participation dalam pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Ponorogo belum ideal karena berbagai hambatan, seperti apati politik, kurangnya informasi, dan terbatasnya sosialisasi, yang mengakibatkan kesenjangan partisipasi. Keterbatasan sumber daya manusia, terutama dalam akses teknologi dan pendidikan, juga menghambat keterlibatan masyarakat di daerah terpencil, sehingga partisipasi sering didominasi oleh kelompok elit. Untuk mengatasi masalah ini, perluasan akses informasi, pelatihan, dan peningkatan infrastruktur teknologi sangat penting. Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi mendekatkan layanan konsultasi publik ke daerah terpencil, memperluas penyebaran informasi melalui media lokal dan sosial, serta memanfaatkan platform daring untuk mengatasi hambatan geografis. Tanpa penanganan yang tepat, keterbatasan akses fisik dan informasi akan terus menghambat partisipasi yang bermakna. 3). Belum idealnya meaningful participation dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Ponorogo secara langsung perpengaruh pada prinsip-prinsip open governance, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang efektif. Dalam konteks Kabupaten Ponorogo hal ini membawa konsekuensi terhadap legitimasi kebijakan pemerintah daerah, akuntabilitas pemerintah daerah, responsifitas kebutuhan masyarakat serta keadilan. Ketika masyarakat tidak dilibatkan secara aktif dalam proses legislasi, legitimasi kebijakan yang dihasilkan menjadi dipertanyakan, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah menurun. Hal ini menciptakan kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat, di mana masyarakat merasa terpinggirkan dan tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Ketidakidealan dalam pelaksanaan meaningful participation juga berpotensi menghambat implementasi kebijakan yang ada, karena masyarakat yang merasa tidak terlibat cenderung enggan mendukung atau melaksanakan kebijakan tersebut. Teori-teori partisipasi masyarakat dapat dikombinasikan atau dikembangkan lebih lanjut sesuai konteks spesifik, sehingga ditemukan teori baru, yaitu Teori Partisipasi Holistik-Kontekstual, yang menggabungkan berbagai pendekatan dengan fokus pada fleksibilitas, inklusivitas, dan adaptasi terhadap kondisi sosial, budaya, serta teknologi lokal. Teori ini mencakup partisipasi komunitas, pemanfaatan teknologi digital, refleksi partisipatif, dan keadilan sosial, yang disesuaikan dengan karakter masyarakat Ponorogo untuk menciptakan partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam pembentukan Perda.
Item Type: | Disertasi |
---|---|
Subjects: | Hukum > Hakim Hukum > Hukum Tata Negara |
Divisions: | Pascasarjana > Disertasi > Studi Islam Interdisipliner |
Depositing User: | 12950221018 RIF'AH ROIHANAH |
Date Deposited: | 23 Jul 2025 01:52 |
Last Modified: | 23 Jul 2025 01:52 |
URI: | http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/59843 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |