MUHAMAD FAUZI ZAKARIA, 1880507230006 and AKHMAD RIZQON KHAMAMI, 197408292008011006 and TEGUH, 197003102001121002 (2025) KONSEP HUMANISME PERSPEKTIF AL-GHAZALI DAN NIETZSCHE. [ Thesis ]
|
Text
COVER.pdf Download (1MB) |
|
|
Text
ABSTRAK.pdf Download (129kB) |
|
|
Text
DAFTAR ISI.pdf Download (491kB) |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (511kB) |
|
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (646kB) |
|
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (776kB) |
|
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (566kB) |
|
|
Text
BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (128kB) |
|
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (262kB) |
|
|
Text
LAMPIRAN.pdf Restricted to Repository staff only Download (576kB) |
Abstract
Pada masa Renaissans, para filosof, sastrawan hingga seniman Barat berbondong-bondong mengalihkan minat objektifikasinya kepada persoalan manusia. Hal ini di dorong karena eksistensi gereja saat itu yang dianggap tidak lagi relevan karena bertindak melampuai apa yang harapkan. Kemudian munculah tokoh-tokoh pembaharu yang dengan serius menggarap proyek yang disebut sebagai ‘humanisme’ ini. Barat pada kurun waktu abad ke-19 meledak dengan aforisme yang mengatakan bahwa “Tuhan telah mati”. Seseorang yang mengemukakan itu adalah Nietzsche dengan kekhasan penyampaian yang dianggap keras dan frontal pada waktu itu. Namun jauh sebelum Nietzsche, pada dunia Timur, sudah terlahir pemikir fenomenal bernama Al-Ghazali yang juga menaruh perhatiannya kepada persoalan manusia. Dengan lebih moderat, Al-Ghazali menyatakan pemikiran bahwa manusia mustahil lepas dari Tuhan. Penelitin ini merumuskan tiga pertanyaan penelitian, pertama adalah bagaimana epistemologi pemikiran humanisme Al-Ghazali?; Kedua, bagaimana epistemologi pemikiran humanisme Nietzsche?, dan yang ketiga adalah bagaimana analisis komparatif antara humanisme Al-Ghazali dan Nietzsche? Dari pertanyaan penelitian tersebut, peneliti menemukan bahwa Nietzsche mendongkel batas-batas wajar dari pemikiran eropa kebanyakan. Lewat aforismenya “Tuhan Telah Mati” tersebut, ia memberikan landasan epistemologi baru terhadap masa depan humanisme. Menurutnya, manusia harus melepaskan diri belenggu pemikiran-pemikiran yang bersifat absolutisme, termasuk Tuhan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kedudukan manusia agar lebih mandiri dan orisinil dalam menafsirkan persoalan. Kemudian Al-Ghazali menaruh perhatiannya kepada persoalan manusia yang belakangan disebut sebagi humanisme menggunakan kacamata Tasawuf yang membenamkan diri pada kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Namun Al-Ghazali bukanlah tokoh yang totaliter, kaku, dan eskapis. Dia justru memberikan pengertian bahwa menuju Tuhan diperlukan akal atau rasio. Dimana rasio ini harus berdampingan dengan 2 hal lain yakni indera dan hati. Karena menurutnya, mustahil manusia mencapai keluruhan moral hanya membawa rasio yang terbatas. Persamaan mereka terletak kepada visi ontologis yang meneguhkan martabat manusia. Sedangkan perbedaannya mencolok terlihat pada pendekatan epistemologis yang dibangun. Bahwa Al-Ghazali dengan tasawuf-nya yang menghendaki ketaatan kepada Tuhan, sedang Nietzsche dengan Ubermensch-nya meyakini bahwa manusia mampu menyingkap realitas secara mandiri dan orisinil.
| Item Type: | Thesis (UNSPECIFIED) |
|---|---|
| Subjects: | Filsafat > Filsafat Barat Filsafat > Filsafat Islam |
| Divisions: | Pascasarjana > Thesis > Filsafat Agama |
| Depositing User: | 1880507230006 MUHAMAD FAUZI ZAKARIA |
| Date Deposited: | 01 Dec 2025 03:06 |
| Last Modified: | 01 Dec 2025 03:06 |
| URI: | http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/64001 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |
