SEWA RAHIM DITINJAU DARI PRESPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

AYUM MASTURA, 1712143015 (2018) SEWA RAHIM DITINJAU DARI PRESPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. [ Skripsi ]

[img]
Preview
Text
COVER.pdf

Download (2MB) | Preview
[img]
Preview
Text
ABSTRAK.pdf

Download (649kB) | Preview
[img]
Preview
Text
DAFTAR ISI.pdf

Download (105kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB I.pdf

Download (315kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB II.pdf

Download (256kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB III.pdf

Download (1MB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB IV.pdf

Download (303kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB V.pdf

Download (136kB) | Preview
[img]
Preview
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (992kB) | Preview

Abstract

Skripsi dengan judul “Sewa Rahim Ditinjau Dari Hukum Positif dan Hukum Islam” ini ditulis oleh Ayum Mastura, NIM 1712143015, pembimbing Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M.Ag. Kata kunci: Perjanjian Sewa Rahim, Ibu Pengganti Penelitian ini dilatarbelakangi adanya inseminasi buatan dengan pembuahan di luar rahim yang disebut dengan In Vitro Fertilization (IVF) dalam istilah ilmu kedokteran, atau lebih dikenal dengan bayi tabung. Inseminasi buatan digunakan untuk membantu pasangan yang kesulitan mendapatkan keturunan. Sejalan dengan pembuahan IVF yang semakin pesat, muncullah ide surrogate mother atau sewa rahim dengan ibu pengganti. Proses sewa rahim dengan ibu pengganti ini cukup menjanjikan terhadap penanggulangan beberapa kasus pasangan suami istri yang tidak mempunyai keturunan. Namun tidak hanya membawa manfaat, kontrak sewa rahim ini juga menimbulkan masalah-masalah baru dikarenakan kontrak sewa rahim di Indonesia belum memiliki dasar hukum yang pasti mengenai pelaksananya menurut hukum positif dan hukum islam, apakah kontrak tersebut dilarang atau diperbolehkan. Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah (1) Bagaimana tinjauan Hukum Positif terhadap sewa rahim ? (2) Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap sewa rahim ? (3) Apa persamaan dan perbedaan antara prespektif Hukum Positif dan Hukum Islam mengenai sewa rahim ? adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui tinjauan Hukum Positif terhadap sewa rahim (2) Untuk mengatahui tinjauan Hukum Islam terhadap sewa rahim (3) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan sewa rahim antara Hukum Positif dan Hukum Islam. Metode penelitian yang dilakukan adalah (1) Penelitian kepustakaan atau Library research, Pendekatan Penelitian: metode penelitian normatif yakni metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat Penelitian: Penelitian deskriptif analitik. (2) Data dan Sumber Data: Primer dan Sekunder. (3) Teknik Pengumpul Data: Editing, Organizing, Penemuan hasil penelitian. (4) Teknik Analisis Data: content analysis, comparative analysis dan critical discourse analysis. Hasil penelitian: (1) Tinjauan Hukum Positif terhadap sewa rahim adalah: Sewa rahim atau kontrak surogasi diklasifikasikan dalam jenis kontrak diluar KUH Perdata dan disebut dengan perjanjian innomaat dan belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus. Di dalam Undang-Undang Kesehatan dijelaskan bahwa pelaksanaan proses kehamilan di luar cara alami tersebut hanya dapat dilaksanakan jika secara medis dapat dibuktikan bahwa pasangan suami istri yang sah benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan secara alami, pasangan suami istri tersebut barulah dapat melakukan kehamilan di luar cara alamiah sebagai upaya terakhir teknologi kedokteran dengan bayi tabung. Karena tidak adanya aturan yang jelas maka untuk saat ini praktik sewa rahim (surrogate mother) tidak dimungkinkan pelaksanaanya secara legal/terang-terangan di sarana kesehatan yang ada di Indonesia (2) Tinjauan Hukum Islam terhadap sewa rahim adalah: Mengenai hukum dari beberapa macam penyewaan rahim, maka Konferensi Fikih Islam gelombang ketiga melarang semua bentuk penyewaan rahim sebagai sesuatu yang diharamkan oleh syar’i dan dilarang dengan tegas, karena dirinya sendiri, atau karena apa yang diakibatkannya, berupa pencampuran nasab, hilangnya keibuan, atau bahaya-bahaya syar’i lainnya. (3) Persamaan dan Perbedaan sewa rahim menurut Hukum Positif dan Hukum Islam: persamaan, yakni diantara hukum positif maupun hukum islam belum diatur secara rinci mengenai adanya perjanjian sewa rahim, karena perjanjian sewa rahim ini muncul pada era baru. Dari hukum positif dan hukum islam hanya mengatur tentang ketentuan bayi tabung atau mani donor . Dalam perjanjian sewa rahim sama-sama dianggap tidak sah karena objeknya tidak memenuhi unsur suatu perjanjian. Dalam perjanjian tersebut sama-sama tidak sesuai dengan norma kesusilaan maupun dengan ketertiban umum dalam masyarakat. Perbedaan, yakni menurut hukum positif hubungan nasab anak ini mengacu pada ibu yang melahirkan sebagaimana Pasal 42 Undang-Undang No. 1/1974 yang menyatakan anak sah adalah anak yang lahir dari pasangan suami istri yang terikat perkawinan. Otomatis hak untuk mendapatkan warisan ada pada ibu yang melahirkan anak tersebut karena ada hubungan darah diantara keduanya. Sedangkan hubungan dengan ibu pemilik benih adalah sebagai anak angkat yang bisa mendapatkan wasiat wajibah. Sedangkan menurut hukum islam masih menjadi perdebatan diantara para ulama tentang status nasab anak tersebut, beberapa ulama ada yang sependapat bahwa nasab bersandar kepada ibu genetisnya atau pemilik sel telur. Sedangkan pemilik rahim dan yang melahirkannya adalah seperti ibu susuan. Sebab, anak mengambil lebih banyak dari tubuhnya sesuatu yang lebih banyak dari yang diambil oleh anak yang disusui dari ibu yang menyusuinya.

Item Type: Skripsi
Subjects: Hukum > Hukum Islam
Divisions: Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum > Hukum Keluarga Islam
Depositing User: 1712143015 AYUM MASTURA
Date Deposited: 09 Nov 2018 02:36
Last Modified: 09 Nov 2018 02:36
URI: http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/9783

Actions (login required)

View Item View Item