DANISA PUTRI ANJANI, 12103193078 (2024) ANALISIS TENTANG PENGALIHAN STATUS PEGAWAI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI MENJADI APARATUR SIPIL NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. [ Skripsi ]
|
Text
COVER.pdf Download (1MB) | Preview |
|
Text
ABSTRAK.pdf Download (790kB) |
||
Text
DAFTAR ISI.pdf Download (465kB) |
||
Text
BAB I.pdf Download (702kB) |
||
Text
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (986kB) |
||
Text
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (536kB) |
||
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
||
Text
BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (574kB) |
||
Text
BAB VI.pdf Restricted to Registered users only Download (200kB) |
||
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (720kB) | Preview |
Abstract
Danisa Putri Anjani, NIM. 12103193078, Analisis Tentang Pengalihan Status Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Aparatur Sipil Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Program Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri (Uin) Sayyid Ali Rahmatullah, 2023, Pembimbing: Ahmad Gelora Mahardika, M. H. Kata Kunci: Alih Status Pegawai, Komisi Pemberantasan Korupsi, Aparatur Sipil Negara, dan Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan direvisinya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019. Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 ini terdapat pasal kontroversial, yaitu pada pasal 1 ayat (6) yang menyebutkan bahwa pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), sehingga pegawai KPK akan dialih statuskan menjadi ASN melalui tahapan tes tertentu. Selain itu, dalam undang-undang ini juga menyebutkan bahwa KPK berada dalam ranah eksekutif. Padalah pada undang-undang sebelumnya KPK adalah sebuah lembaga yang berdiri sendiri tidak bisa disetarakan dengan eksekuti, legislatif, maupun yudikatif. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan pro kontra terkait independensi KPK. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana tinjauan historis lembaga pemberantasan korupsi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia? (2) Bagaimana implikasi hukum peralihan status pegawai KPK menjadi ASN terhadap independensi KPK? dan (3) Bagaimana politik hukum yang ideal terkait Undang- Undang KPK? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui tinjauan historis lembaga pemberantasan korupsi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, (2) Untuk mengetahui implikasi hukum peralihan status pegawai KPK menjadi ASN terhadap independensi KPK, dan (3) Untuk mengetahui politik hukum yang ideal terkait undang-undang KPK. Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumentasi mengumpulkan berbagai dokumen yang berupa buku, jurnal ilmiah, hingga penelitian ilmiah yang berkaitan dengan fokus penelitian. Sedangkan teknik analisa data menggunakan reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tinjauan historis lembaga pemberantasan korupsi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia Indonesia dimulai sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Masa Orde Baru. Hingga pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarno Putri dibentuklah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen, di luar lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Barulah pada undang-undang ini direvisi dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019, pada undang-undang inilah aturan tentang sinergitas antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam hal penanganan korupsi diatur secara rinci. Namun, melalui undang-undang nomor 19/2019 ini kedudukan KPK melebur masuk setara dengan lembaga eksekutif, dan terselip pula aturan alih status pegawai KPK menjadi ASN. (2) Implikasi perubahan undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 terhadap kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi masuk ke dalam rumpun eksekutif. Perubahan tersebut menimbulkan suatu kerancauan, potensi tidak adanya lagi independensi KPK sangat besar terjadi, mengingat eksekutif memiliki andil besar dalam pengangkatan dan pemberhentian pegawai KPK dan hal ini tertuang dalam undang-undang ini. Eksekutif juga memiliki kewenangan membuat ketentuan mengenai tunjangan jabatan, hal ini berpotensi memberikan dampak berupa banyaknya peluang intervensi. Dan (3) Politik hukum yang ideal terkait undang- undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK yaitu memiliki karakter responsif dan berkonfigurasi politik demokratis. Namun kenyataannya, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK memiliki karakter yang tidak responsif dan berkonfigurasi politik otoriter. Hal ini dibuktikan dengan proses perancangan hingga pengesahan yang sangat cepat, yaitu hanya membutuhkan aktu 12 hari, sehingga tidak memenuhi asas pembentukan undang-undang yang baik.
Item Type: | Skripsi |
---|---|
Subjects: | Hukum > Hukum Tata Negara |
Divisions: | Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum > Hukum Tata Negara |
Depositing User: | 12103193078 DANISA PUTRI ANJANI |
Date Deposited: | 04 Jan 2024 03:33 |
Last Modified: | 04 Jan 2024 03:33 |
URI: | http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/41710 |
Actions (login required)
View Item |