SYIBHUL ‘IDDAH PERSPEKTIF FEMINIST LEGAL THEORY (Studi Surat Edaran Dirjen Bimas Islam N0. P-005/ Dj.Iii/Hk.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa ‘Iddah)

MUHAMMAD BAGAS RAMADHAN, 126102202143 (2024) SYIBHUL ‘IDDAH PERSPEKTIF FEMINIST LEGAL THEORY (Studi Surat Edaran Dirjen Bimas Islam N0. P-005/ Dj.Iii/Hk.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa ‘Iddah). [ Skripsi ]

[img] Text
COVER.pdf

Download (1MB)
[img] Text
DAFTAR ISI.pdf

Download (611kB)
[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (389kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (416kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (650kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (324kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (423kB)
[img] Text
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (196kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (882kB)
[img] Text
LAMPIRAN.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (740kB)

Abstract

Muhammad Bagas Ramadhan, 126102202143, Syibhul ‘Iddah Perspektif Feminist Legal Theory (Studi Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. P-005/DJ.III/ HK.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa ‘Iddah), Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, 2024, Pembimbing: Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M. Ag. Kata kunci: Syibhul’Iddah, Feminist Legal Theory, Surat Edaran Dirjen Bimas Islam. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. P-005/DJ.III/HK.00.7/10/2021 yang mengatur tentang pencatatan pernikahan dalam masa ‘iddah. Selama ini perempuan harus menjalani masa ‘iddah setelah terjadinya perceraian sedangkan laki-laki tidak memiliki ketentuan untuk menjalankan ‘iddah yang menimbulkan ketidakadilan karena dampak hukum yang terjadi, sehingga laki-laki bebas melakukan pernikahan lagi dengan perempuan lain tanpa menjalani masa ‘iddah yang wajib dilakukan oleh perempuan. di sisi lain, suami yang telah menceraikan istrinya dapat melakukan pernikahan kembali dengan perempuan lain dan merujuk kembali mantan istrinya di masa ‘iddah. Dengan adanya hal tersebut mengakibatkan terjadinya poligami terselubung yang menimbulkan ketidakadilan bagi perempuan. seiring berjalannya waktu telah diberlakukanya syibhul ‘iddah laki-laki yang ketentuannya diatur dalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam tentang pernikahan dalam masa ‘iddah. Maka dari itu penulis menganalisis hal tersebut dengan menggunakan tinjauan Feminist Legal Theory. Fokus penelitian ini tentang syibhul ‘iddah yang tertuang didalam ketentuan Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. P-005/DJ.III/ HK.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa ‘iddah dengan pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana ketentuan syibhul ‘iddah yang diatur dalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. P-005/DJ.III/HK.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa ‘iddah ?, 2) Bagaimana ketentuan syibhul ‘iddah dalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. P-005/DJ.III/HK.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa ‘iddah perspektif Feminist Legal Theory? Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kepustakaan (library research) yang mana penelitian dilaksanakan dengan menggunakan data literatur. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentatif, menelaah, serta pengkajian data atau dokumen. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pengecekan keabsahan data diperoleh melalui triangulasi dan kredibilitas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Ketentuan syibhul ‘iddah yang terkandung didalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. P-005/DJ.III/HK.007/10/2021 tentang pernikahan dalam masa ‘iddah yakni bermaksud sebagai petunjuk dalam pelaksanaan pencatatan pernikahan bagi seorang laki-laki bekas suami yang akan menikah lagi dengan wanita lain dalam masa ‘iddah bekas istrinya. Selain itu bertujuan untuk memberikan kepastian dalam tata cara dan prosedur terkait pencatatan pernikahan tersebut. Dengan adanya ketentuan-ketentuan yang tertuang didalam surat edaran tersebut maka, laki-laki yang ingin mencatatkan pernikahan dapat terlaksana apabila telah resmi bercerai. Hal ini perlu dibuktikan dengan adanya akta cerai. Kemudian laki-laki dapat menikah lagi dengan wanita lain apabila telah habis masa ‘iddah istrinya, serta laki-laki yang telah menikah lagi dan ingin merujuk kembali istrinya hanya bisa dilakukan apabila mendapat izin poligami dari Pengadilan. Jadi konsep daripada syibhul ‘iddah merupakan sesuatu hal yang menyerupai ‘iddah. Dengan demikian seorang lelaki harus melaksanakan syibhul ‘iddah akibat dari putusnya pernikahan seperti yang dilakukan oleh wanita untuk masa tunggunya (‘iddah). 2) Ketentuan syibhul ‘iddah yang diatur dalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam tentang Pernikahan dalam Masa ‘iddah perspektif Feminist Legal Theory, feminisme yang berdasarkan kesetaraan dan keadilan terutama bagi kaum perempuan bahwa ketentuan yang terdapat didalam surat edaran tersebut yakni sebagai bentuk perlindungan bagi perempuan dan dapat digunakan laki-laki sebagai upaya untuk berfikir ulang ketika ingin menikah lagi dengan perempuan lain. Selain itu mencegah potensi terjadinya poligami terselubung yang dilakukan oleh laki-laki yang mengakibatkan dapat merugikan bagi perempuan. Jadi dengan berlakunya syibhul ‘iddah yang tertuang didalam surat edaran tersebut telah mewujudkan dan menciptakan kesetaraan serta keadilan diantara laki-laki dan perempuan yang sama-sama diwajibkan untuk menjalankan ‘iddah.

Item Type: Skripsi
Subjects: Hukum > Hukum Keluarga Islam
Divisions: Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum > Hukum Keluarga Islam
Depositing User: 126102202143 MUHAMMAD BAGAS RAMADHAN
Date Deposited: 10 Jul 2024 05:03
Last Modified: 10 Jul 2024 05:03
URI: http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/48027

Actions (login required)

View Item View Item