Reni Dwi, Puspitasari (2012) Pemahaman Ulama di Plosokandang tentang Hukum Waris Islam dan Implementasinya dalam Pembagian Harta Waris. [ Skripsi ]
Text
BAB I.docx Download (32kB) |
|
Text
BAB II.docx Download (121kB) |
|
Text
BAB III-V.docx Download (66kB) |
|
Text
Sampul Luar new.docx Download (64kB) |
Abstract
Kata kunci: Pemahaman ulama di Plosokandang, hukum waris Islam, Implementasi pembagian harta waris. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi masyarkat di Tulungagung yang sebagian penduduknya beragama Islam, maka seharusnya dalam menyelesaikan suatu permasalahan diselesaikan dengan berpedoman hukum Islam, dalam hal ini adalah perkara pembagian harta waris. Meskipun kewarisan merupakan ajaran agama, dan di Indonesia aturan Allah tentang kewarisan telah menjadi hukum positif seiring diterbitkannya Kompilasi Hukum Islam sebagai Instruksi Presiden No.1 tahun 1991, dan ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Agama No.54 tahun 1991, serta Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sehingga dalam implementasi pembagian harta waris seharusnya masyarakat Islam Indonesia menggunakan ketentuan hukum waris tersebut. Akan tetapi dalam banyak hal ditemui kenyataan bahwa pada masyarakat Islam belum tentu memiliki pengetahuan yang mantap tentang kewarisan Islam sehingga tidak mempergunakan hukum kewarisan Islam dalam pembagian harta waris. Ulama mempunyai tanggungjawab untuk mengamalkan ajaran Islam dalam hal ini adalah menggunakan hukum waris Islam dalam pembagian harta waris karena ulama adalah panutan dari umat, untuk mengajak dan mengajari umat maka hal pertama yang dilakukan adalah memberikan tauladan dari ulama sendiri. Pengambilan lokasi Plosokandang karena daerah ini diasumsikan sebagai daerah “kunci” yang diperkirakan dapat mewakili daerah lain, justru karena secara sosiologis-historis masyarakat tergolong taat melaksanakan agamanya. Informasi awal yang diperoleh peneliti menunjukkan di desa Plosokandang terdapat 1 Perguruan Tinggi Islam, 1 Perguruan Tinggi Keguruan, 3 pondok pesantren, 4 masjid, 27 mushola dan madrasah keagamaan. Jumlah lembaga pendidikan keagamaan sebanyak itu mengasumsikan banyaknya ulama yang dimiliki desa ini, dengan praduga bahwa dalam setiap lembaga dapat memiliki lebih dari satu ulama. Seperti peribahasa “Ayam tidak akan mati kelaparan di lumbung padi” maka seharusnya eksistensi hukum kewarisan islam yang telah menjadi hukum nasional yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam diterapkan dengan baik di daerah Plosokandang. Rumusan masalah: (1) Bagaimana pemahaman ulama di Plosokandang tentang hukum waris Islam? (2) Bagaimana sikap ulama di Plosokandang sebagai implementasi pemahaman tersebut dalam pelaksanaan pembagian harta waris. Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang pemahaman ulama di Plosokandang tentang hukum waris Islam dan bagaimana implementasinya dalam pembagian harta waris. Skripsi ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan pola pikir, sikap, dan pengalaman sebagai upaya peningkatan pemahaman tentang hukum waris Islam. Bagi peneliti lain bermanfaat untuk menambah referensi jika bermaksud mengkaji tema yang sejenis. Bagi ulama skripsi ini menjadi sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan pembagian harta waris agar lebih membawa kebaikan bagi pihak-pihak yang terkait, khususnya bagi ulama agar mengajarkan ajaran Islam tentang waris kepada umatnya dan diamalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan data yang akan dihasilkan adalah deskriptif. Lokasi penelitian di desa Plosokandang yang didasarkan pada banyaknya ulama, pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam serta masyarakatnya yang taat beragama. Data penelitian ini meliputi sumber data primer, yaitu dari ulama di desa Plosokandang dan sumber data sekunder dari buku-buku teks dan literatur lainnya mengendai kewarisan yang datanya masih relevan. Prosedur pengumpulan data menggunakan metode observasi, metode wawancara dan metode dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman ulama di desa Plosokandang tentang hukum waris Islam adalah hukum waris Islam dipahami sebagai hukum warias yang aturan tentang siapa yang mendapat bagian dan berapa bagiannya telah diatur dalam Al-Quran dan Hadits. Pemahaman yang paling mencolok di kalangan ulama Plosokandang tentang hukum waris Islam adalah ketentuan 2 : 1 (2 bagian untuk laki-laki dan 1 bagian untuk perempuan). Adapun yang diutamakan menjadi ahli waris hanya anak kemudian suami atau istri, serta orang lain yang mewarisi karena wasiat. Selain itu Indonesia bukan merupakan negara Islam sehingga dalam pemahaman ulama di Plosokandang bukan suatu kewajiban atau hal yang bisa dipaksakan dalam pembagian harta waris harus menggunakan hukum waris Islam. hal yang diutamakan oleh ulama di Plosokandang bukan dengan cara apa harta waris dibagi melainkan nilai kerukunan yang tetap dijaga sehingga dalam pembagian harta waris lebih diutamakan dengan jalan musyawarah “rembugan” di antara anggota keluarga. Sedangkan sikap ulama di Plosokandang dalam pembagian harta waris meliputi berbagai cara, diantaranya secara faraidh, hibah, Bahtsul khoir.
Item Type: | Skripsi |
---|---|
Subjects: | Ekonomi > Ekonomi Syariah |
Divisions: | Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum > Hukum Keluarga Islam |
Depositing User: | Endang Rifngati S.Sos |
Date Deposited: | 08 May 2015 07:49 |
Last Modified: | 08 May 2015 07:49 |
URI: | http://repo.uinsatu.ac.id/id/eprint/1548 |
Actions (login required)
View Item |